Politik

Kabar Terbaru RUU Pemilu, Pilpres dan Pilkada Serentak Sepertinya Terpisah


BERITA NASIONAL – Kabar terbaru terkait RUU Pemilu, di mana beredar bahwa Pilpres dan Pilkada serentak tampaknya akan di laksanakan secara terpisah. Apakah hal ini benar terjadi?

Sebelumnya di ketahui, bahwa dalam RUU Pemilu, Pilkada kembali di normalisasi. Di mana, setelah penyelenggaraan Pilkada pada 2020, akan di gelar Pilkada 2022 dan 2023.

Selain itu, RUU Pemilu juga memisahkan rezim Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Di mana, Pemilu Nasional terdiri dari Pilpres, Pileg DPR RI, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota, dan DPD RI.

Baca juga : Ngeri, Diduga Terlibat Dalam Pilkada, ASN di Merangin Manfaatkan Grup WA?

Sedangkan Pemilu Daerah adalah, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Wali kota. Serta Wakil Bupati/Wakil Wali kota.

Lalu, kalau di lihat dari isi RUU Pemilu ini, tampaknya Pilpres dan Pilkada serentak akan di laksanakan terpisah. Apa benar, berikut ulasan lengkapnya.

Seperti di lansir dari Sindonews.com, Deputi Sekretariat Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Muhammad Hanif memprediksi Pilkada 2022 dan 2023 akan tetap di laksanakan, dengan dasar dari Undang-Undang Pemilu yang baru.

101 Kepala Daerah di 9 Provinsi

Di ketahui, sebanyak 101 kepala daerah meliputi sembilan provinsi. Termasuk DKI Jakarta merupakan daerah yang masa jabatannya kepala daerahnya, akan berakhir pada tahun 2022 mendatang.

Sedangkan yang berakhir masa jabatan pada tahun 2023 mendatang, ada 171 daerah. Di mana yang meliputi 17 provinsi, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

“Amanah Undang-undang Nomor 10 tahun 2016, semua daerah yang berakhir di 2022 dan 2023, akan melakukan pemilihannya pada tahun 2024,” ujar Muhammad Hanifah kepada SINDOnews, Rabu (20/1/2021).

Berita lainnya : Maraknya Kolom Kosong di Pilkada 2020, Menciderai Demokrasi?

Baca juga : Hasil Pilkada Tanjabbar Tidak Ada Gugatan

Namun, kata dia, jika RUU Pemilu yang baru di sahkan pada tahun 2021, yang di dalamnya juga membahas Pilkada. Maka akan ada konsekuensi UU Nomor 10 tahun 2016, tentang Pilkada secara otomatis tercabut.

“Artinya kalau ternyata di UU Pemilu yang baru menyebutkan, bahwa pelaksanaan Pilkada 2024 di batalkan dan di kembalikan pada tahun 2022 dan 2023. Maka pelaksanaan Pilkada di tahun tersebut bisa di laksanakan,” katanya.

Sebaliknya, dia juga mengatakan kalau ternyata di dalam UU Pemilu yang baru tidak membatalkan itu. Maka Pilkada tetap lanjut di tahun 2024, dan daerah yang habis di tahun 2022 dan 2023 tentu akan diisi pelaksana tugas (Plt).

“Yang menarik jika 2022 dan 2023 tidak di laksanakan Pilkada, maka kepala daerah akan diisi oleh Plt. Artinya daerah akan berjalan dengan kebijakan yang tidak strategis,” ungkapnya.

Mendagri Harus Menyiapkan 272 Pelaksana Tugas

Kemudian, dia menuturkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus menyiapkan 272 Pelaksana tugas (Plt) kepala daerah, untuk tahun 2022 (101 daerah) dan 2023 (171 daerah).

“Angka yang cukup banyak untuk daerah yang di isi oleh Plt, alasan Pilkada 2020 tidak di tunda kan pemerintah menganggap bahwa 270 daerah. Jika di isi oleh Plt akan cukup merepotkan, maka alasan ini bisa juga di pakai untuk tahun 2022 dan 2023,” ujarnya.

Di samping itu, dari sudut pandang peserta Pemilu, dia menilai Pilkada 2022 dan 2023 juga menjadi modal dasar peserta Pemilu, untuk mengukur kekuatannya pada pertarungan di tahun 2024. Dia menambahkan, kalau Pilkada 2022 dan 2023 tidak di laksanakan. Maka modal peserta Pemilu untuk bertarung di 2024 akan tidak ada.

“Jadi, kalau prediksi saya bisa di pastikan Pilkada 2022 dan 2023, akan tetap di laksanakan dengan dasar dari UU Pemilu yang baru,” tuturnya.

RUU Pemilihan Umum

Sementara itu, di lansir dari TERDEPAN.id, dalam rancangan undang-undang (RUU) Pemilihan Umum, penyelenggaraan Pilkada kembali di normalisasi. Setelah penyelenggaraan Pilkada pada 2020, akan di gelar Pilkada 2022 dan 2023.

“2020 ke 2025, 2022-2027, dan 2023-2028. Itu saja itu normalisasi,” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya saat di hubungi, Selasa (19/1).

Di sisi lain, RUU Pemilu juga memisahkan rezim Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Di mana, Pemilu Nasional terdiri dari Pilpres, Pileg DPR RI, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota, dan DPD RI. Sementara Pemilu Daerah adalah pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Wali kota. Serta Wakil Bupati/Wakil Wali kota.

Dua Pemilu ini, tidak di serentakan seperti dalam undang-undang kepemiluan yang berlaku. Yaitu Pilpres, Pileg dan Pilkada di serentakan.

“Enggak (di serentakan). Berat. Karena prosesnya yang harus kita lihat adalah kan tiga ya, aspek pemilihan itu ada peserta, pemilih, penyelenggara. Enggak mungkin hanya satu aspek,” kata Willy.

Dalam draf RUU Pemilu, penyelenggaraan Pemilu Daerah sesuai RUU ini akan di gelar pertama kali pada tahun 2027.

Masa jabatan kepala daerah pemilihan tahun 2020 akan habis pada 2025. Sehingga, dalam RUU ini di atur posisi yang kosong akan di gantikan pejabat sementara, hingga pemilihan tahun 2027.

Sementara, kepala daerah yang terpilih pada tahun 2022 dan 2023 masa jabatannya akan habis, sampai terpilihnya kepala daerah pada Pemilu Daerah tahun 2027.

Kemudian, kepala daerah yang terpilih pada Pemilu Daerah 2027 masa jabatannya habis pada 2032. Dan selanjutnya akan di selenggarakan pemilihan setiap lima tahun sekali. RUU Pemilu saat ini masih dalam tahap harmonisasi, di Badan Legislasi DPR RI.

 

Sumber : Merdeka / Sindonews



Source link

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

Ke Atas